MUSEUM BUDAYA ULLEN SENTALU, YOGYAKARTA
Museum Ullen Sentalu adalah singkatan dari “Ulating Blencong Sejatine Tataning Lumaku” yang artinya pelita kehidupan sejati bagi jalan hidup manusia ini dibangun dilahan yang sejuk dan indah diantara rimbunnya pepohonan di Kaliurang yang disebut Taman Kaswargan (Taman Surga),diresmikan pada tahun 1997.
Sebelum memasuki
museum, ada beberapa peraturan bagi para pengunjung yaitu tidak boleh mengambil
gambar, tidak boleh makan dan minum, karena dikhawatirkan merusak benda-benda
yang berada di dalam museum, bahkan pewangi yang digunakan adalah pewangi alami
yang berisikan bunga-bunga yang di letakkan pada sebuah cawan yang terbuat dari
tanah liat. Sebagian besar benda-benda yang terdapat di
dalam museum mempunyai hubungan dengan kerajaan Mataram dan keraton-keraton di
Jogjakarta dan Solo. Barang-barang yang dipamerkan dalam museum ini merupakan
kontribusi dari puteri-puteri Keraton Yogyakarta, Surakarta, Mangkunegaran dan
Pakualaman. Beberapa lukisan merupakan hasil karya pelukis dari ISI Yogyakarta
yang melukisnya dari foto asli, namun ada pula yang merupakan kontribusi
langsung Keraton.
Museum
Ullen Sentalu memiliki total 7 ruangan termasuk pintu masuk (Entrance),
Guwo Selo Giri dan 5 ruangan yang terdapat dalam Kampung Kambang. Setelah
melewati pintu masuk dan melewati jalan setapak yang rindang, selanjutnya masuk
ke Guwo Selo Giri yang artinya Gua
berdinding batu gunung (yang diambil dari Gn. Merapi). Dalam ruangan bawah
tanah yang berbentuk lorong ini anda bisa melihat beberapa foto kota Yogyakarta
tempo dulu dan beberapa foto penari-penari kraton yang sedang beraksi.
Selain
itu ada pula wanita keraton yang pada jaman itu sudah mahir mendesain pakaian
dan aksesoris yaitu Retno Puwoso, istri dari Paku Alam VII yang merupakan putri
dari Paku Buwono X. Dalam salah satu lukisan digambarkan Retno Puwoso
mengenakan baju kebaya dan kipas bulu yang dikalungkan dileher sampai menjuntai
sampai ke mata kaki dimana bentuk kipas yang ‘tidak lazim’ itu di-desain
sendiri olehnya. Lukisan lain menunjukkan potret diri Retno Puwoso beserta
suaminya yang pada saat itu sudah memakai ‘dasi’ yang dikenakan dengan baju
kebesarannya. Lagi-lagi dasi tersebut merupakan desainnya sendiri.
Dari ruangan ini pula kita akan diajak untuk memperhatikan bahwa tidak ada satu wanita keraton-pun yang ada dalam lukisan mengenakan cincin dijari tengah. Hal ini terkait dengan filosofi lima jari manusia dan peruntukannya sehingga jari tengah tidak diperkenankan dilekati apapun.
Dari ruangan ini pula kita akan diajak untuk memperhatikan bahwa tidak ada satu wanita keraton-pun yang ada dalam lukisan mengenakan cincin dijari tengah. Hal ini terkait dengan filosofi lima jari manusia dan peruntukannya sehingga jari tengah tidak diperkenankan dilekati apapun.
Di
ruangan ini kita melihat foto diri Pakubuwono X beserta permaisuri yang
merupakan putri dari Sultan Yogyakarta. Sesungguhnya PB X sudah memiliki
permaisuri dan puluhan selir namun karena tidak memiliki anak dari
permaisuri-nya maka beliau mengambil permaisuri lagi ditahun 1915. Dijaman
pemerintahan PB X kota Solo diceritakan mencapai puncak kejayaan, hal ini
ditandai dengan dibangunnya banyak pesanggrahan (Tegalgondo, Pengging,
Banyubiru dan Ampel) atau Pasar Gede Harjonagoro.
Setelah
dari Guwo Selo Giri kita akan dibawa ke Kampung Kambang yang terdiri dari
beberapa ruangan yang dibangun diatas kolam besar, perpindahan dari satu
ruangan ke ruangan lain memberi kesan kita sedang berjalan diatas permukaan
air.
Ruang pertama dari Kampung Kambang adalah Balai Sekar Kedaton, Koes Sapariyam yang lebih akrab disapa Tineke. Dahulu Tineke sempat memiliki kisah cinta yang tidak direstui dan ruangan ini menjadi saksi bisu betapa kawan-kawan Tineke selalu memberikan dukungan kepadanya melalui surat-surat yang pernah dikirimkan dalam kurun waktu 1939-1947. Seluruh surat itu masih dalam kondisi yang baik sehingga anda tidak akan menemui kesulitan untuk membacanya selain sudah ada salinan dan terjemahan ke beberapa bahasa. Umumnya semua surat dilampiri dengan foto sipengirim dan isi surat cenderung ke bentuk puisi.
Ruang pertama dari Kampung Kambang adalah Balai Sekar Kedaton, Koes Sapariyam yang lebih akrab disapa Tineke. Dahulu Tineke sempat memiliki kisah cinta yang tidak direstui dan ruangan ini menjadi saksi bisu betapa kawan-kawan Tineke selalu memberikan dukungan kepadanya melalui surat-surat yang pernah dikirimkan dalam kurun waktu 1939-1947. Seluruh surat itu masih dalam kondisi yang baik sehingga anda tidak akan menemui kesulitan untuk membacanya selain sudah ada salinan dan terjemahan ke beberapa bahasa. Umumnya semua surat dilampiri dengan foto sipengirim dan isi surat cenderung ke bentuk puisi.
Ruang
berikutnya dari Kampung Kambang adalah Ruang Paes Ageng Yogyakarta yang berisi
mengenai lukisan-lukisan yang menggambarkan pengantin dari Kasultanan
Ngayogyakarta lengkap dengan aksesori pendukung yang menunjukkan kemegahan dari
prosesi pernikahan itu sendiri. Selain menikmati beberapa lukisan, pemandu akan
menerangkan kepada anda filosofi dari aksesori yang dikenakan oleh pengantin
wanita, dari mulai hiasan kepala sampai kepada aksesori lainnya. Lagi-lagi
semuanya sarat dengan filosofi Jawa, seperti jumlah bunga hiasan dikepala yang
berjumlah 5 sesuai dengan Rukun Islam, bunga melati yang digantungkan
dipinggang sebagai tanda kesuburan dan cepat memiliki keturunan dan lain-lain.
Ruang
ketiga di Kampung Kambang ini adalah Ruang Vorstendlanden Batik yang memamerkan
koleksi batik dari Kasultanan Yogyakarta (pada masa Sultan HB VII-IX) dan
Surakarta (pada masa PB X-XII). Dahulu kain batik tidak diperkenankan untuk
dipakai rakyat biasa, tetapi pada masa Sultan HB IX beliau memperbolehkan rakyat
biasa ikut mengenakan batik. Pemandu juga akan memberitahukan kepada kita makna
filosofis dibalik motif-motif batik yang dikenal sekarang mengingat pada jaman
dahulu pembuat batik harus berpuasa dan menunggu wangsit sebelum dapat
menemukan motif dan mulai membatik. Beberapa koleksi batik yang dipamerkan
misalnya batik motif Grinsing Mino yang konon bisa digunakan untuk menolak ilmu
hitam, batik Sido Luhur, Sido Mulyo, Sido Drajad dan Sido Asih yang menunjukkan
kesetiaan seorang istri.
Selain itu anda akan diberitahu oleh pemandu untuk tidak mengenakan batik motif Parang untuk acara lamaran, pertunangan atau pernikahan karena Parang adalah jenis batik yang umumnya digunakan untuk peperangan, sehingga mengenakannya diacara pernikahan konon akan membuat pernikahan dipenuhi dengan pertengkaran dan permusuhan.
Selain itu anda akan diberitahu oleh pemandu untuk tidak mengenakan batik motif Parang untuk acara lamaran, pertunangan atau pernikahan karena Parang adalah jenis batik yang umumnya digunakan untuk peperangan, sehingga mengenakannya diacara pernikahan konon akan membuat pernikahan dipenuhi dengan pertengkaran dan permusuhan.
Ada lagi
batik motif Truntum yang tidak boleh dikenakan untuk menutup tubuh jenazah
karena konon apalagi batik motif Truntum tetap dikenakan maka jenazah akan
terus menghantui.
Ruang keempat adalah Ruang Batik Pesisiran, yaitu koleksi batik yang berasal dari daerah pantai Utara Jawa. Batik-batik diruangan ini umumnya sangat indah dan berwarna lebih cerah walaupun pada saat itu tidak terlalu diminati karena dianggap tidak ada nilai filosofi-nya. Diruangan ini pula kita bisa melihat kebaya bordir jaman dahulu yang proses pembuatannya memakan waktu berbulan-bulan karena mesin bordir-nya sangat kecil dan kuno. Walaupun hasilnya cukup indah tetapi kebaya bordir tidak terlalu diminati pada jaman dahulu karena dianggap tidak sarat dengan nilai filosofi. Kebaya jenis ini umumnya dipergunakan oleh etnis campuran pada masa Sultan HB VII (sekitar tahun 1870-an). Motif batik kasultanan surakarta dan jogja mempunyai ciri tersendiri, misalnya dari segi warna. Surakarta lebih condong ke arah coklat yang melambangkan kelamahlembutan, sedangkan batik jogja sebagian berwarna putih yang berati kesucian, dasn keteguhan.
Ruang keempat adalah Ruang Batik Pesisiran, yaitu koleksi batik yang berasal dari daerah pantai Utara Jawa. Batik-batik diruangan ini umumnya sangat indah dan berwarna lebih cerah walaupun pada saat itu tidak terlalu diminati karena dianggap tidak ada nilai filosofi-nya. Diruangan ini pula kita bisa melihat kebaya bordir jaman dahulu yang proses pembuatannya memakan waktu berbulan-bulan karena mesin bordir-nya sangat kecil dan kuno. Walaupun hasilnya cukup indah tetapi kebaya bordir tidak terlalu diminati pada jaman dahulu karena dianggap tidak sarat dengan nilai filosofi. Kebaya jenis ini umumnya dipergunakan oleh etnis campuran pada masa Sultan HB VII (sekitar tahun 1870-an). Motif batik kasultanan surakarta dan jogja mempunyai ciri tersendiri, misalnya dari segi warna. Surakarta lebih condong ke arah coklat yang melambangkan kelamahlembutan, sedangkan batik jogja sebagian berwarna putih yang berati kesucian, dasn keteguhan.
Ruang
kelima atau ruang terakhir di Kampung Kambang adalah Ruang Putri Dambaan, yaitu
ruangan yang didedikasikan untuk mengenai GRAy Nurul Kamaril Ngarasati
Kusumawardhani Surjosoejarso atau lebih dikenal sebagai Gusti Nurul. Beliau
adalah putri dari HRH Mangkunegoro VIII dan GKR Timur Mursudariyah. Yang
membuatnya sangat istimewa karena Gusti Nurul ini berparas cantik, memiliki
hobi berkuda, mahir menari, bermain tenis dan berenang. Putri yang pernah
dipinang oleh Presiden Soekarno dan Sultan HB IX ini menolak poligami dan
akhirnya memilih untuk menikah dengan seorang tentara ketika usianya menginjak
angka 30 tahun. Ruangan ini berisi koleksi foto-foto Gusti Nurul dari ketika
beliau masih bayi hingga dewasa. Ada satu foto menggambarkan Gusti Nurul sedang
menari di pernikahan Putri Juliana yang dilakukan secara ‘teleconference’,
yaitu musik gamelan dimainkan di Solo sedangkan Gusti Nurul mendengarkan alunan
gamelan melalui telepon dan menari dihadapan tamu undangan pernikahan. Karena
sambungan telepon pada masa itu masih belum sebaik sekarang maka sang Ibu masih
memberikan aba-aba secara langsung berupa ketukan-ketukan. Ruangan ini
diresmikan sendiri oleh Gusti Nurul pada hari ulang tahunnya yang ke 81.
Setelah dari Ruang Putri Dambaan anda akan disuguhi Kusmayana Drink ramuan tradisional salah satu puteri keraton yang dipercaya dapat membuat anda awet muda. Ramuan ini terbuat dari campuran jahe, kayu manis, gula jawa, garam dan daun pandan.
Dari Ruang Putri Dambaan, tour anda di museum Ullen Sentalu belum sepenuhnya
berakhir, karena anda masih bisa berkeliling menikmati taman yang asri dan
artistik. Ada baiknya anda membaca rambu-rambu yang disediakan agar anda tidak
tersesat.
Ada lagi Galeri Djagad Akademik dimana secara berkala diadakan pameran-pameran lukisan yang dikoordinasi oleh “Ulating Blencong” Foundation.
Kalau anda berkeliling disekitar taman maka anda akan menemui Beukenhof Restaurant yang didesain dengan arsitek jaman kolonial. Sebagai pelengkap museum disediakan pula toko souvenir atau Artshop (Bale Nitik Rengganis) yang menjual batik dan kerajinan lainnya.
Ada lagi Galeri Djagad Akademik dimana secara berkala diadakan pameran-pameran lukisan yang dikoordinasi oleh “Ulating Blencong” Foundation.
Kalau anda berkeliling disekitar taman maka anda akan menemui Beukenhof Restaurant yang didesain dengan arsitek jaman kolonial. Sebagai pelengkap museum disediakan pula toko souvenir atau Artshop (Bale Nitik Rengganis) yang menjual batik dan kerajinan lainnya.
Museum Ullen Sentalu seperti mesin waktu yang membawa kita ke masa lampau untuk disegarkan kembali tentang sejarah kejayaan Keraton-keraton di Yogyakarta dan Solo. Selain itu karena sarat dengan nilai filosofis pengunjung seperti diajak untuk belajar mengenai filsafat praktis kebudayaan Jawa yang disajikan dengan sangat menarik oleh pemandu.